Kisah Para Rasul 19:21-41
Ketika orang merasa mata pencahariannya terancam, itu berpotensi menimbulkan kerusuhan. Pemberitaan Injil membuat berkurangnya penyembahan kepada Artemis, dan dampaknya menimpa para pengrajin patung/produk terkait penyembahan itu. Seringkali, alasan agama dipakai sebagai topeng menutupi alasan ekonomi.
Kerusuhan di Efesus terjadi dimulai dengan sekelompok pengrajin yang terancam bisnisnya. Banyak orang ikut larut dalam kerusuhan itu, sebagian besar dari antara mereka tidak tahu mengapa mereka berkumpul–hanya ikut-ikutan, terbawa arus massa.
Paulus dicegah untuk datang ke gedung kesenian (ampiteater), dicegah oleh para murid dan oleh pejabat publik yang menjadi temannya. Paulus mendengarkan saran/peringatan itu. Seorang bernama Aleksander mencoba bicara, tapi ditolak oleh massa–setelah mereka tahu bahwa ia seorang Yahudi. Masalah ekonomi, ditopengi masalah agama, lalu jadi masalah rasial.
Akhirnya massa bisa diredakan oleh pejabat kota. Pejabat kota bisa membuat massa tenang, bisa membuat mereka berpikir, dan akhirnya bisa membubarkan mereka. Kalau saja Paulus tetap datang ke situ, apakah kondisinya akan lebih baik? Mungkin justru makin parah, karena Paulus dinilai menjadi penyebab utama dari masalah itu.
Tidak selalu orang percaya/hamba Tuhan yang dipakai untuk menyelesaikan masalah. Apalagi ketika masalah itu sangat dekat kaitannya dengan pelayanan. Tuhan bisa memakai agen yang lain, Tuhan bisa memakai pemerintah–karena bukankah pemerintah adalah alat Tuhan untuk menegakkan keadilan? Ada masalah yang harus dilepas, tidak dicampuri, tapi diserahkan kepada Tuhan agar menggunakan agen yang dikehendaki-Nya untuk menyelesaikan.
Views: 7