Lukas 9:46-56
Ada tiga kejadian yang berturut-turut dicatat secara ringkas di dalam perikop ini. Dalam ketiga peristiwa tersebut, Tuhan Yesus menegur para murid-Nya atas sikap yang mereka miliki terhadap orang lain. Sikap hati yang ditegur itu adalah: egoisme (berpusat kepada diri sendiri).
Teguran pertama diberikan ketika para murid ribut mempertengkarkan tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Masing-masing memandang dirinya penuh kelebihan/keberhasilan, dan pada saat yang sama memandang orang lain penuh kekurangan/kegagalan. Akibatnya: setiap orang merasa paling hebat, lebih hebat daripada orang lain.
Tuhan Yesus menegur dengan cara membawa seorang anak kecil, dan berkata: orang yang hebat di dalam ukuran Kerajaan Allah adalah orang yang seperti anak kecil–tulus, tidak mengejar status, dan hidup berdasar iman (bergantung penuh kepada Tuhan). Ukurannya bukan pada potensi atau kinerja, tetapi sikap hati.
Teguran kedua diberikan kepada para murid ketika mereka melarang orang lain mengusir setan demi nama Tuhan Yesus, padahal orang tersebut tidak termasuk pengikut/kelompok mereka. Murid-murid merasa bahwa kelompok mereka yang paling berhak untuk melayani, kelompok mereka yang “resmi” di hadapan Tuhan.
Tuhan Yesus menyatakan: Tuhan dan pekerjaan Tuhan bukan monopoli kelompok tertentu. Setiap orang yang bekerja/melayani dalam nama Tuhan adalah teman sekerja yang berada di pihak murid-murid. Tidak ada satu orang atau kelompokpun yang bisa mengklaim bahwa dirinya/kelompoknya adalah yang paling benar diurapi/disertai/diberkati Tuhan.
Teguran ketiga diberikan kepada murid-murid yang ingin membinasakan penduduk desa di Samaria yang menolak kedatangan Tuhan Yesus. Murid-murid ingin menghukum orang yang tidak menerima apa yang mereka pegang sebagai kebenaran, dan ingin menghabisi orang yang menolak mereka.
Tuhan Yesus memberikan teguran yang keras atas sikap para murid tersebut. Tuhan mengingatkan mereka bahwa tujuan kedatangan-Nya bukan menghukum atau membinasakan orang berdosa, namun justru untuk menyelamatkan mereka. Lalu Tuhan membawa murid-murid pergi ke desa yang lain. Sebagai catatan, kelak Samaria akan menerima Injil setelah peristiwa Pentakosta.
Kesombongan, merasa paling benar, dan keinginan untuk membalas orang lain merupakan ciri-ciri hati yang tidak mengasihi orang lain. Ketika kasih yang sejati didefinisikan sebagai kesediaan untuk menyerahkan nyawa bagi orang lain, maka sikap murid-murid tadi merupakan sikap yang bertolak belakang dengan kasih. Hanya ketika hati seseorang dipenuhi dengan kasih, maka ia akan bisa hidup efektif sebagai murid dan hamba yang melayani orang lain.
Views: 8