Yakobus 4:13-17
Tuhan, melalui Yakobus, menyoroti dosa kesombongan yang ada di dalam jemaat. Ada dua kata yang digunakan: memegahkan diri (boasting: auchen, bragging, omong besar dengan penuh keyakinan/kepastian akan kemampuan, merayakan/memamerkan) dan congkak (arrogance: alazoneia, self-confidence, pride)–ayat 16. Arogansi adalah sikap hati yang merasa kuat, memegahkan diri adalah ekspresi dalam kata-kata dan sikap.
Pertama, Yakobus menunjukkan perilaku sombong yang dilakukan oleh beberapa orang (ayat 13). Mereka dengan yakin membuat rencana ini dan itu, dan sangat yakin bahwa rencananya akan berhasil dan akan mendatangkan keuntungan baginya. Strategic planning, proyeksi, perhitungan/kalkulasi bisa menjebak orang menjadi sombong dan yakin diri.
Kedua, Yakobus menyatakan bahwa sikap keyakinan diri seperti itu adalah konyol atau bodoh, sebab tidak ada satu orangpun yang bisa tahu (bukan memperkirakan) apa yang akan terjadi besok (ayat 14). Yakobus juga menyatakan bahwa hidup seseorang itu sangat rapuh (fragile) seperti uap, yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (ayat 14). Jadi, berdasar dua fakta itu, seharusnya orang tidak bisa yakin bahwa kalkulasi atau rencananya akan berjalan.
Ketiga, Yakobus menegaskan bahwa sikap yakin diri yang didasari hati yang arogan itu adalah dosa di hadapan Tuhan: “… semua kemegahan yang demikian adalah salah.
Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” (ayat 16-17). Kesombongan adalah dosa yang punya impack besar, bahkan dikatakan bahwa kesombongan adalah salah satu dari sikap yang dibenci dan merupakan kekejian bagi Tuhan (Ams. 6:17).
Keempat, Yakobus mengajarkan bagaimana seorang percaya harus bersikap dalam kaitan rencana masa depan, agar dia tidak jatuh dalam dosa kesombongan, yaitu: mengandalkan perkenan Tuhan, dan bukan rencana atau perhitungannya sendiri. Uangkapan yang dipakai adalah: “Jika Tuhan menghendakinya…” (ayat 15). Ini cerminan sikap pengakuan bahwa bukan rencana/kalkulasinya, melainkan Tuhan yang menjadi Penentu, Tuhan yang menjadi Sumber Keberhasilan; tetapi juga pengakuan bahwa kehendak Tuhan yang akan terjadi, bukan kehendak/keinginan manusia.
Dengan demikian: Pertama, seorang percaya tidak akan mengandalkan rencananya sendiri, tetapi ia akan datang kepada Tuhan, memohon perkenan Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya, dan menyesuaikan rencananya dengan kehendak Tuhan–itu jaminan keberhasilan. Kedua, membawa semua rencananya di dalam doa, memohon pertolongan dan kemurahan Tuhan agar memberkati dan membuatnya berhasil.
Penerapan:
(1) Saya mengakui bahwa saya mengandalkan pikiran/kalkulasi/rencana saya dalam berbagai hal; dan menyatakan keyakinan diri saya kepada orang lain bahwa rencana itu bagus dan pasti akan berhasil. Saya mengakui itu sebagai dosa kesombongan.
(2) Belajar untuk mencari pimpinan Tuhan dalam membuat rencana, mendoakan rencana itu agar diberkati dan dibuat berhasil oleh Tuhan.
Views: 19