“Mengadili” dalam Takut akan Tuhan

Yakobus 4:7-12

Masalah lain yang ada di dalam jemaat adalah: sikap menghakimi orang lain. Menarik apa yang ditulis Walvoord & Zuck (1983) atas bagian ini: “Justice, not judgment, is what God requires“. Yakobus mengkritik sekaligus memberikan pengajaran tentang keadilan dan penghakiman kepada jemaat melalui bagian ini.

Pertama, orang percaya harus untuk tunduk kepada Allah dan melawan Iblis (ayat 7), supaya bisa lepas dari pencobaan dan jerat Si Jahat. Dua kutub yang bertolak belakang–orang yang tunduk kepada Allah akan melawan Iblis, sebab Allah berlawanan dengan Iblis. Iblis adalah pendakwa (Wah. 12:10), sedangkan Kristus adalah Pembela (Ibr. 9:24).

Kedua, orang percaya harus datang kepada Tuhan di dalam kesadaran akan keberdosaan dan ketidaklayakan mereka: “… sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan …” (ayat 8-10). Bagaimana seseorang berani menghakimi orang lain, sementara ia sendiri sama berdosanya? Penghakiman itu muncul ketika orang lupa bahwa ia juga berdosa, ketika orang berpikir ia paling atau lebih benar daripada orang lain.

Ketiga, perintah agar jumaat tidak saling memfitnah dan menghakimi; sebab tindakan itu berarti mencela dan menghakimi hukum Tuhan–sebab ia menggantikan tempat hukum Tuhan untuk menilai tindakan/hidup orang lain. Hanya Tuhan yang berhak untuk menghakimi–sebab Ia yang membuat hukum dan yang bisa menghukum atau melepaskan orang dari hukuman. Penghakiman adalah hak Tuhan (ayat 11-12)!

Bagaimana dengan orang yang dipanggil dalam posisi untuk menjadi “hakim”? Ia harus menjalankan tugasnya dengan sikap: (1) hati yang tunduk kepada Tuhan sebagai sumber hukum dan Hakim sejati; (2) dengan rendah hati, tidak kejam dan penuh belas kasihan, mengingat dia sendiri adalah orang berdosa yang tidak layak; (3) meletakkan setiap prtimbangan/keputusan di bawah otoritas hukum/firman Tuhan–yang lebih tinggi daripada regulasi buatan manusia.

Penerapan:
(1) Mengakui dosa karena saya menghakimi orang lain, karena saya merasa lebih benar daripada orang lain–padahal saya adalah orang berdosa yang karena anugerah Tuhan mendapat pengampunan dan kemurahan.
(2) Memohon kerendahan hati untuk terus mengingat ketidaklayakan saya dan ketundukan saya di bawah otoritas Tuhan dan firman Tuhan, sehingga saya bersikap benar ketika harus mengambil keputusan tentang orang lain dalam kapasitas saya sebagai pemimpin.

Views: 25

This entry was posted in Perjanjian Baru, Saat Teduh, Yakobus. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *