Karunia Roh: Prinsip Manfaat

1 Korintus 14:6-25

Dalam bagian ini Paulus secara khusus membicarakan satu karunia yang agaknya menjadi ‘favorit’ jemaat Korintus, yaitu: berbahasa Roh. Tekanan akan prinsip kemanfaatan kembali diberikan: penggunaan karunia Roh harus bermanfaat untuk membangun jemaat. Secara khusus untuk bahasa Roh, bagaimana penggunaannya yang benar?

Paulus, dengan beberapa ilustrasi, menunjukkan bahwa ketika bahasa Roh itu dipakai di tengah jemaat, dan tidak disertai dengan penafsiran/penerjemahan artinya, maka karunia itu hanya bermanfaat bagi yang menggunakan–namun sangat kurang faedahnya bagi jemaat yang mendengar.

Secara tegas, Paulus mendorong: “Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.” (1 Kor. 14:13). Paulus sendiri, sekalipun ia berbahasa Roh jauh lebih banyak daripada semua jemaat di Korintus, memilih untuk berdoa dengan bahasa ‘manusia’, agar isi doanya dapat dipahami–dan menjadi berkat bagi orang lain yang mendengar.

Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih dari pada kamu semua. Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, dari pada beribu-ribu kata dengan bahasa roh. (1 Kor. 14:18-19)

Prinsip yang bisa ditarik di sini adalah: penggunaan karunia Roh tidak bisa sembrono, mentang-mentang memiliki, lalu menggunakan dengan tanpa aturan. Dalam kasus bahasa Roh, diperlukan karunia lain sebagai patner, supaya karunia itu menjadi berguna bagi jemaat. Prinsip keanekaragaman yang saling melengkapi kembali ditekankan di sini.

Saya tidak dapat melakukan segala sesuatu sendiri. Tidak ada seorangpun yang memiliki kemampuan yang sedemikian komplit dan sempurna sehingga tidak memerlukan bantuan dan pelayanan orang lain. Hanya Allah yang komplit dan sempurna.

Yang saya perlukan adalah: cara pandang dan penilaian yang realistis atas diri saya sendiri; sehingga saya tahu dan paham benar akan diri saya sendiri: kekuatan dan kelemahan, apa yang saya punya dan apa yang tidak saya miliki. Ini menolong saya dari kesombongan.

Apakah saya pernah minta tolong kepada orang lain karena saya benar-benar mengakui dan sadar bahwa saya tidak bisa melakukan sesuatu?

Views: 7

This entry was posted in 1 Korintus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *