Kedaulatan TUHAN di atas Strategi Manusia

Ester 5:1-8

Manusia boleh merasa memiliki faktor-faktor yang membuatnya berhasil. Manusia juga boleh merasa bahwa kecerdikan, siasat, atau strateginya yang bisa memanipulasi dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak atau untuk mengubah/mengatur keadaan agar sesuai keinginannya. Tetapi, pada akhirnya, yang menentukan adalah: perkenanan Tuhan. Tanpa perkenanan Tuhan, sehebat apapun manusia, serapi dan secerdik apapun taktiknya, serta sebanyak apapun resourcesnya, pekerjaannya tidak akan berhasi.

Setelah 3 hari berpuasa, Ester mengenakan pakaian ratu, lalu berdiri di pelataran dalam istana raja, tepat berdiri di depan raja yang sedang duduk di takhta kerajaan. Ini saat kritis, karena kalau raja tidak berkenan, maka Ester akan dihukum mati karena melanggar aturan kerajaan. Ketika raja melihat ratu Ester, ia berkenan kepadanya, sehingga mengulurkan tongkat emas yang ada ditangannya ke arah Ester. Maka Ester mendekat dan menyentuh tongkat emas itu, sebagai tanda ia telah menerima perkenanan raja (ayat 1-2).

Ester bisa jadi memperhitungkan faktor: kecantikannya, posisinya sebagai ratu, dan kedekatan/kasih raja kepadanya–mengharap bahwa itu akan membuat hati raja berkenan sekalipun ia melanggar aturan. Tapi, pada akhirnya: kehendak raja yang mengatasi semuanya. Perkenanan raja yang mengatasi semuanya. Kalau raja tidak berkenan, semua faktor pendukung itu tidak akan berlaku. Pada akhirnya, yang membuat Ester tidak dihukum mati bukanlah faktor-faktor di dalam dirinya, melainkan semata-mata perkenanan raja.

Simbol kasih karunia Allah: semua orang–siapapun dan apapun dia–harus dihukum mati karena statusnya yang bermusuhan dengan Tuhan, karena statusnya yang ada di dalam dosa. Tidak ada satu halpun yang bisa menjadi faktor yang meringankan atau membebaskan dia; kecuali hanya satu: perkenanan Allah untuk menyelamatkan nyawanya. Tuhan Yesus Kristus, adalah pernyataan kasih dan perkenanan Tuhan–maka hanya karena dan melalui Tuhan Yesus sajalah orang–siapapun dia–bisa datang menghadap takhta Allah (Ibr. 4:15-16).

Raja pasti berpikir ada hal yang maha penting dan genting, sehingga Ester mempertaruhkan nyawanya untuk menghadap raja. Keberanian Ester menarik perhatian raja. Maka raja bertanya kepada Ester apa maksudnya dan keinginannya, dan raja jaminan bahwa apapun permintaan Ester, pasti akan dikabulkan (ayat 3). Kembali ini menunjukkan betapa raja mudah untuk dipengaruhi–ketika hatinya atau egonya sudah berkenan pada sesuatu. Ia memberikan “cek kosong” kepada Ester untuk menulis apapun keinginannya.

Betapa herannya raja, ketika Ester “hanya” meminta raja dengan Haman hari itu untuk datang ke perjamuan yang diadakan oleh Ester bagi raja. Mendengar permintaan yang “mudah” itu, raja langsung memanggil Haman saat itu juga, dan mereka datang ke perjamuan makan yang diadakan Ester. Di perjamuan itu–ketika minum anggur, kembali raja bertanya apa keinginan Ester–karena raja tahu bahwa Ester masih belum mengatakan keinginan yang sebenarnya. Ester kembali meminta raja dan Haman untuk datang besok mengandiri perjamuan kedua yang akan diadakannya (ayat 4-8).

Ester tidak langsung mengungkapkan permohonan agar bangsanya diselamatkan dari pemusnahan oleh Haman. Tidak di istana, di depan semua pejabat, tidak juga di perjamuan makan yang pertama. Ester cerdik: (1) memanfaatkan karakter raja, yaitu egonya yag besar, untuk memikat dan membuat raja tersanjung dan menimbulkan rasa ingin tahu; (2) menggunakan situasi yang privat supaya isu itu tidak dibicarakan di hadapan publik, sebab ia tidak bisa memprediksi reaksi raja dan pejabat-pejabat istana kalau ia meminta undang-undang raja dibatalkan; (3) memanfaatkan relasinya yang istimewa dengan raja–karena raja menyayanginya lebih daripada semua perempuan di istana dan ia adalah ratu.

Mengapa Ester juga mengundang Haman? Bukankah lebih aman bila Ester diam-diam saja mengatakan hal itu kepada raja, di luar pengetahuan Haman? mestinya Ester sebenarnya merasa marah kepada Haman, yang akan melakukan pembasmian atas bangsanya; tapi Ester tidak menampakkan kemarahan, justru menunjukkan skap yang sangat baik: memberi Haman kehormatan sangat besar, sebab hanya dia yang diundang bersama raja! Haman yang egonya juga besar dan gila hormat menjadi lengah, dan sama sekali tidak berjaga-jaga.

Strategi dan taktik yang digunakan Ester adalah hal yang lumrah dilakukan oleh orang-orang dunia: manipulatif, eksploitatif–sekalipun untuk tujuan menyelamatkan banyak orang. Selain meminta untuk diadakan puasa, dan ia sendiri berpuasa, tidak ada indikasi kehidupan “rohani” dalam perilaku Ester. Sejak awal diperlihatkan bahwa sekalipun ia orang Yahudi, Ester berperilaku sebagaimana orang dunia/ sekuler. Berbeda dengan kehidupan Yusuf di rumah Potifar atau hidup Daniel dan teman-temannya di istana Babel.

Toh sekalipun demikian, Tuhan memakai Ester dan Mordekhai–yang bukan orang-orang rohani, yang hidupnya seperti orang dunia, yang menyembunyikan identitas dan eksistensinya sebagai umat Tuhan–untuk menjadi instrumen Tuhan dalam mengerjakan rencana-Nya. Kuncinya ada pada: anugerah Tuhan! Semata-mata karena Tuhan berkenan memakai mereka–bukan karena kehebatan mereka. Kunci kedua: kedualatan dan kuasa Tuhan; yang bisa memakai siapa saja dan apa saja untuk melakukan rencana-Nya.

Penerapan:
(1) Menyadari bahwa bukan karena saya pandai atau mampu atau hebat atau punya relasi yang dekat–maka saya diberi peran tertentu. Tetapi karena anugerah Tuhan saja saya ada di sana; maka jangan merasa hebat lalu menjadi sombong.
(2) Karena Tuhan yang menempatkan, maka Tuhan yang memampukan–bukan dengan kepandaian dan kekuatan saya–untuk mengerjakan semua pekerjaan dan tanggung jawab dalma menjalankan peran saya.

Views: 58

This entry was posted in Ester, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *