Keseimbangan hidup: pengalaman dan kewaspadaan

1 Korintus 10:1-22

Pengalaman bersama Tuhan tidak dapat digunakan sebagai jaminan pasti seseorang akan tetap setia dan hidup benar di hadapan Tuhan. Bangsa Israel, di tengah perjalanan menuju Tanah Perjanjian, adalah contoh betapa pengalaman akan kenyataan Tuhan yang dahsyat dan menakjubkan itu tidak menjamin hati yang takut akan Tuhan.

Salah satu sisi negatif pegalaman (dan juga pengetahuan) yang kaya tentang Allah adalah: orang merasa kuat, orang merasa aman, orang merasa sudah mencapai tingkat kedewasaan rohani tertentu–dan itu membuat ia lengah dan sembrono dengan hidupnya. Ketika seseorang merasa pasti bahwa ia tidak mungkin/akan jatuh, ia sedang berada di bibir jurang kejatuhan!

Sekalipun ada jaminan kemenangan dari Tuhan (1 Kor. 10:13), namun ketika seseorang menjadi sombong dan yakin diri akan keteguhannya, ia tetap akan tergelincir dan jatuh dalam dosa. Jaminan kemenangan itu berorientasi dan berpusat kepada Tuhan; sementara keyakinan diri yang salah itu berpusat kepada kemampuan diri sendiri. Ketika seseorang merasa kuat dan invincible, ia tidak lagi berada di dalam jaminan Tuhan; sebab keyakinannya beralih dari janji Tuhan kepada kekuatannya sendiri.

Beberapa anggota jemaat Korintus rupanya “bermain api” mengikuti praktek penyembahan berhala dengan pemikiran bahwa ia aman, ia kuat, ia dijamin kekudusannya–karena sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman dengan Allah.  Paulus menegur dan mengingatkan sikap jemaat yang demikian sebagai sikap yang berbahaya. Allah tidak bisa dipermainkan!

Adakah saya merasa kuat sehingga saya bermain api dengan dosa?

Views: 6

This entry was posted in 1 Korintus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *