Lukas 22:1-6
Bagaimana Yudas–salah satu dari 12 orang yang dipilih oleh Tuhan Yesus sendiri untuk menjadi murid–sampai bisa mengkhianati Tuhan Yesus? Bagaimana seseorang yang sudah memiliki begitu banyak pengetahuan/pengertian/pengajaran, yang menjalani beragam pengalaman melihat langsung hidup dan kuasa Kristus, yang sudah pernah diutus dan mempraktekkan sendiri menyembuhkan orang dan mengusir setan dengan kuasa Allah, mengkhianati Tuhan Yesus?
Dalam narasi Lukas, dikatakan “masuklah Iblis ke dalam Yudas” (ayat 3). Beberapa hari menjelang Paskah, Iblis baru masuk ke dalam Yudas–tidak bisa mundur lagi, sebuah kondisi yang sudah final, tidak bisa diperbaiki lagi? Mengapa Iblis tidak merasuki murid yang lain? Petrus tidak dimasuki Iblis, tetapi Iblis menuntut untuk menampi dia (Luk. 22:31). Dan Tuhan Yesus mendoakan Petrus, agar dia tidak jatuh. Mestinya, Iblis juga menuntut untuk merasuki Yudas, dan Tuhan mengijinkannya.
Apakah kejatuhan Yudas itu sebuah insiden yang tiba-tiba? Atau ini merupakan ujung dari suatu proses yang sudah berlangsung beberapa waktu? Dalam catatan Yohanes (13:2), Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas–Petterson memparafrasekan ayat itu dengan: “The Devil by now had Judas, son of Simon the Iscariot, firmly in his grip, all set for the betrayal.” Tidak sekedar bisikan ide, tetapi ide itu sudah begitu kuat bersuara, memenuhi hati dan pikiran Yudas, sehingga tidak ada pikiran yang melawan.
Saya tahu bagaimana pengalaman seperti itu: sebuah gagasan berdosa yang sangat kuat memenuhi pikiran dan hati, tidak lagi ada pertimbangan logis atau kebenaran firman Tuhan yang bisa melawan–karena hati saya memang sangat menginginkan untuk melakukan dosa itu, untuk mendapatkan apa yang saya inginkan atau maui. Saya–seperti juga Yudas–tidak kerasukan dalam arti kesurupan, karena masih memiliki kesadaran penuh.
Tetapi, begitu kuatnya keinginan itu, sehingga pikiran saya bisa membuat berbagai alasan untuk membenarkan, dan berbagai argumen untuk mengcounter pikiran yang bertentangan dengan keinginan saya. Semua pengetahuan, pengalaman, ,perjumpaan dengan Tuhan yang sudah pernah dimiliki–pudar bahkan sengaja tidak mau diingat-ingat karena kuatnya keinginan itu. Saya menutup telinga kepada pertimbangan yang melarang–karena memang saya sangat menginginkannya.
Apakah Tuhan tidak tahu? Tentu saja Tuhan tahu. “Ia tahu siapa yang akan menyerahkan Dia” (Yoh. 13:11). Seperti juga Tuhan tahu bahwa Petrus akan menyangkal Dia (Luk. 22:34). Di dalam pengetahuan dan kedaulatan-Nya, Tuhan mengijinkan proses itu berjalan dan peristiwa itu terjadi. Dalam kasus Yudas, Ia melakukannya seperti Firaun: membiarkannya dalam kekerasan hatinya sendiri (Kel. 7:3). Bukannya Tuhan membuat hati mereka keras, tetapi Tuhan tidak campur tangan untuk melunakkan hati mereka.
Betapa besar kasih dan belas kasihan Tuhan kepada saya, karena Ia telah memperlakukan saya seperti Petrus: memperjuangkan saya agar saya tidak hilang, tetapi menjaga saya untuk tetap ada di dalam Dia, sekalipun saya sudah jatuh ke dalam pengkhianatan dan dosa yang sangat mengerikan. Seorang senior berkomentar: Tuhan itu sangat “memanjakan” kamu. Hidup saya di mata Tuhan yang busuk, lebih busuk daripada bangkai–tetapi Tuhan berbelas kasihan dan membuat saya bertobat, sehingga saya mendapat pengampunan dan pemulihan-Nya.
Penerapan
(1) Terpujilah Tuhan, yang telah dan terus mengasihi saya; yang memilih untuk mengasihi saya–sekalipun tidak ada dasar apapun yang menjustifikasi keputusan-Nya–semata-mata karena Tuhan di dalam kedaulatan-Nya memutuskan untuk mengasihi saya dan memberikan anugerah kepada saya.
(2) Tolonglah saya untuk terus mengingat anugerah dan kasih-Mu, dan kesadaran itu mempengaruhi seluruh sikap dan perilaku saya,
Views: 15