Tulus atau Munafik?

Markus 11:27-33

Ketika Yesus dan murid-murid tiba di Yerusalem dan berjalan di halaman Bait Allah, datanglah imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan tua-tua. Mereka representasi dari kepemimpinan orang Yahudi: para penyelneggara ritual agama, para ahli teologia dan ahli hukum, para pemimpin yang punya otoritas untuk menentukan perkara umat. Dalam posisi mereka sebagai pemegang otoritas masyarakat Yahudi, mereka bertanya: Siapa yang memberi Yesus otoritas untuk melakukan semua yang dilakukan-Nya. Karena merasa yang memegang otoritas, maka mereka memandang bahwa Yesus tidak punya otoritas/hak.

Ada dua pertanyaan yang diajukan oleh para pemimpin Yahudi ini: (1) Dengan kuasa manakah Engka melakukan hal-hal itu (2) Siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu? (ayat 28). Ketika ada orang yang melakukan sesuatu–apalagi ketika yang dilakukannya itu dianggap “mencampuri” atau bukan merupakan bagiannya, maka akan ditanyakan: siapa yang memberi dia hak/kuasa untuk melakukannya? siapa yang menyuruh? apa hakmu untuk melakukan itu? Ketika Yesus melakukan sesuatu tanpa otoritas/ijin dari kepemimpinan Yahudi (bandingkan dengan Saulus yang membawa surat kuasa dari Imam Besar untuk mengejar orang-orang percaya–Kisah Rasul 9:1-2), mereka merasa terancam. Apalagi popularitas Yesus begitu tinggi di mata publik.

Yesus tidak mau menjawab pertanyaan mereka sebelum mereka lebih dahulu menjawab pertanyaan-Nya. Yesus bertanya: “Babtisan Yohanes, dari sorga atau dari manusia?” (ayat 30). Orang-orang itu tidak spontan menjawab sesuai keyakinan mereka, tetapi mereka berdiskusi dulu di antara mereka dan mempertimbangkan konsekuensi dari jawaban mereka. Sebenarnya, mereka tidak percaya Yohanes adalah nabi yang diutus Allah, tetapi mereka tidak berani mengatakan itu karena takut kepada orang banyak yang percaya bahwa Yohanes benar-benar seorang nabi.

Untuk mencari aman dan menyelamatkan diri, mereka menjawab: “Kami tidak tahu.” (ayat 33). Jawaban yang munafik, karena sebenarnya mereka tahu bahwa Yohanes adalah nabi Allah, tetapi mereka tidak mau percaya. Demikian pula sebenarnya mereka bisa melihat bukti-bukti bahwa Yesus adalah Mesias, tetapi mereka keras hati tidak mau percaya. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya untuk menutupi ketidak percayaan mereka, bukan kesungguhan untuk mencari kebenaran. Maka, Yesus mengabaikan dan tidak menjawab pertanyaan mereka (ayat 33). Pertanyaan jebakan orang-orang itu justru berbalik memojokkan mereka sendiri.

Penerapan:
Kepada orang yang tulus mencari-Nya, Tuhan menyatakan Diri-Nya untuk dikenal. Tetapi kepada mereka yang munafik dan berlaku licik, Tuhan akan membuak kedoknya. Tuhan tidak bisa dipemainkan, Tuhan tidak bisa dikelabuhi. Ia melihat isi hati seseorang, semua niat dan motivasi tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.

Views: 4

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *