Kesembuhan yang Sempurna

Markus 5:21-34

Ketika mendarat di seberang, seorang kepala sinagog bernama Yairus datang bersujud di hadapan Yesus, menunjukkan imannya dengan memohon agar Yesus menyembuhkan anak perempuannya. Anak perempuan itu sedang sakit, “hampir mati” (ayat 23). Memakai kata “eschatos” (titik paling akhir/ujung, ujung paling ekstrem). Menunjukkan kondisi yang sangat kritis, sudah sekarat, sudah di ujung kematian. Permintaan yang urgent, sehingga bisa dimengerti kalau Yesus berjalan dengan bergegas ke rumah Yairus.

Markus mencatat bahwa dalam perjalanan itu “a large crowd was following Him and pressing in on Him” (ayat 24). Rombongan orang banyak mengikuti Yesus dan mendesak-desak Dia. Semua orang ingin berada di posisi paling dekat dengan-Nya. Situasi yang bisa membuat fustrasi: inginnya bersegera karena kondisi kritis, tetapi kerumunan orang yang bersesak-desakan justru membuat jadi lambat.

Di kerumunan itu, ada seorang perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun. Kondisi ini membuatnya menjadi tidak tahir (Imamat 15:25-27). Perempuan ini tidak bisa beribadah dan ia juga tidak bisa bergaul dengan orang lain, sebab orang yang mengalami kontak fisik dengannya juga akan menjadi tidak tahir. Sakit secara fisik, terasing dari ibadah, terasing secara sosial. 12 tahun lamanya!

Ia mengalami banyak macam kesakitan (penderitaan) dalam usahanya mencari obat bagi penyakitnya. Hartanya habis untuk berobat, dan bukannya membaik, kondisinya justru makin memburuk. Perempuan ini juga ada pada titik akhih harapannya. Sudah tidak punya apa-apa untuk berobat. Hanya bisa menjalani sakitnya sekuatnya, sampai tiba saatnya ajal menjemput.

Tetapi, kedatangan Yesus memberi satu harapan lagi baginya. Perempuan itu punya keyakinan bahwa Yesus berkuasa. Keyakinannya bercampur dengan tahayul, sehingga ia berpikir: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh” (ayat 28). Maka, ia berjuang keras menerobos orang banyak yang berdesak-desakan, mendekati Yesus dari belakang, dan menjamah jubah-Nya. Seketika itu juga pendaharannya berhenti dan ia bis amerasakan bahwa tubuhnya sudah sembuh!

Yesus berhenti berjalan karena merasa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya. Ia berpaling dan bertanya siapa yang menjamah jubah-Nya. Murid-murid heran dengan pertanyaan itu, sebab di tengah orang banyak yang berdesa-desakan, pasti jubah Yesus tersentuh oleh orang-orang di sekitarnya. Tetapi, Yesus tetap berhenti dan memandang sekeliling-Nya.

Perempuan yang semua berencana untuk pergi dengan diam-diam itu menjadi ketakutan. Ia datang, tersungkur di depan Yesus dan mengatakan segala sesuatu yang telah dilakukannya. Yesus berkata kepadanya: “Imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat (irene: damai, tenteram) dan sembuhlah dari penyakitmu.” (ayat 34).

Sekarang, perempuan itu bisa dengan penuh menerima kesembuhannya. Tidak lagi ada rasa bersalah karena melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Tidak lagi punya konsep yang salah bahwa jubah Yesus-lah yang punya kekuatan untuk menyembuhkan, melainkan Yesus yang berkuasa. Tidak ada lagi keraguan bahwa kesembuhannya benar-benar sempurna dan permanen.

Bagi orang banyak, mereka menjadi saksi bahwa perempuan ini–yang bisa jadi mereka kenal–telah disembuhkan. Tidak ada keraguan lagi, sebab Yesus memberikan perkataan-Nya di hadapan banyak orang, bahwa perempuan ini sudah sembuh. Orang-orang di sekitar perempuan itu tidak lagi perlu takut menjadi tidak tahir–perempuan itu kembali bisa diterima di dalam kehidupan sosial di tengah komunitasnya.

Penerapan
Menerima dengan iman bahwa Tuhan bertujuan memberikan penyelesaian persoalan yang sempurna, ketika Ia tidak menolong saya dengan diam-diam, tetapi melakukannya di depan orang lain..

Views: 6

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *