Potret Hamba Tuhan yang Taat dan Setia

Matius 3:1-17

Yohanes Pembaptis adalah potret seorang yang seluruh hidupnya diserahkan untuk melakukan kehendak Tuhan. Sejak masih dalam kandungan sampai akhir hidupnya. Sejak dari cara hidup, gaya berpakaian dan apa yang dimakan; bagaimana melakukan pelayanannya; sampai bagaimana mengikuti waktu/jadwal yang ditetapkan oleh Tuhan.

Yohanes Pembabtis tampil di padang gurun Yudea dan memberitakan agar orang bertobat untuk menyambut Kerajaan Sorga yang sudah dekat. Yohanes sendiri adalah penggenapan janji Allah tentang nabi yang mendahului kedatangan Mesias, untuk menyiapkan umat Allah menyambut kedatangan Mesias (ayat 1-3).

Hidup Yohanes sendiri merupakan suatu tanda yang unik dari Allah. Lahir secara supranatural karena kuasa Allah dari pasangan yang sudah lanjut usia. Ayahnya menjadi bisu karena tidak percaya kepada janji Allah tentang kelahiran Yohanes. Ia ditetapkan sebagai nazir Allah sejak dari kandungan. Yohanes tinggal di padang gurun untuk menyiapkan diri sampai pada hari yang ditetapkan Allah baginya untuk menampakkan diri (Lukas 1).

Ketika melakukan panggilannya, Yohanes tampil dengan penampakan yang unik–sebagai nazir Allah, mestinya ia tidak memotong rambutnya. Ia mengenakan jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit. Makanannya adalah belalang dan madu hutan. Penampilan itu mengingatkan orang kepada nabi Elia (2 Raja 1:8). Dan memang Yohanes adalah penggenapan nubuatan Allah yang menyatakan bahwa Allah akan mengutus nabi Elia lagi menjelang kedatangan Hari TUHAN (Maleakhi 4:5).

Yesus datang dari Galilea kepada Yohanes untuk dibaptis. Yohanes mula-mula menolak karena dia tahu bahwa Yesus adalah Mesias sehingga tidak memerlukan pembatisan pertobatan, dan bahwa justru dialah yang seharusnya dibaptis oleh Yesus. Tetapi Yesus mendesak Yohanes dengan mengatakan bahwa pembaptisan itu harus dilakukan untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah (ayat 14). Sekalipun bertentangan dengan pikirannya, Yohanes taat kepada kehendak Yesus.

Views: 10

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *