Pagi ini, ketika berdoa mengawali saat teduh, dengan otomatis saya bersyukur untuk pagi ini, bersyukur karena masih bisa bangun dan menjalani hidup di hari ini. Tiba-tiba, sebuah pertanyaan muncul di dalam pikiran saya: mengapa saya beryukur masih diberi hidup pagi ini? Bukanlah lebih baik kalau saya tidak lagi hidup di dunia ini–karena saya sudah memiliki jaminan tempat di sorga? Apa yang saya syukuri untuk menjalani hidup satu hari lagi di dunia ini?
Mengapa saya bersyukur karena masih bisa bangun, masih bisa hidup di dunia, hari ini? Karena itu berarti saya masih bisa mengkonsumsi dan menikmati apa yang ada dunia ini? Menikmati keindahan alam; kelezatan makanan; keindahan seni dan hiburan; kemutakhiran teknologi; kelucuan humor; kesenangan membeli/memiliki benda yang diinginkan; kegembiraan berrelasi dengan kekasih, keluarga dan sahabat; kepuasan meniti karir, mengejar kedudukan, dan mendapat penghargaan atau pengakuan; kepuasan intelektual menemukan pengetahuan baru.
Apakah saya bersyukur untuk hidup hari ini karena saya masih bisa melakukan, mengalami, dan menikmati semua itu? Kalau iya, betapa gobloknya saya! Karena semua itu tidak sebanding sama sekali dengan apa yang akan saya lihat, saya rasakan, saya nikmati, dan saya alami di sorga, bersama Allah, bersama Kristus, bersama para nabi, bersama orang-orang kudus, bersama saudara-saudara seiman, bersama para malaikat dan makhluk sorgawi–di mana yang ada adalah keindahan dan kemuliaan tiada tara.
Semua keindahan, kenikmatan, pengalaman di dunia ini sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sorga! Kalau disuruh memilih antara tinggal di gubuk jelek-kotor-bau-tanpa fasilitas dengan tinggal di istana indah-bersih-wangi-semua fasilitas ada, pasti saya memilih yang kedua. Lalu, mengapa saya bersyukur bahwa pagi ini saya masih bisa tinggal di gubuk jelek-kotor-bau-tanpa fasilitas itu?
Mengapa bersykur untuk kesempatan menjalani hidup di dunia ini satu hari lagi? Satu hari lagi berada di tengah situasi yang tidak menentu, satu hari lagi di tengah dunia yang membenci orang percaya, satu hari lagi beresiko terkena COVID-19, satu hari lagi berusaha memenuhi kebutuhan keuangan, satu hari lagi harus menyelesaikan persoalan keluarga dan anak-anak, satu hari dikejar deadline tugas, satu hari lagi membaca ratusan pesan WA, satu hari lagi mendengar berita buruk, satu hari lagi melihat konflik, satu hari lagi berresiko untuk menjadi capek, sakit, sedih, kuatir, takut, marah, meneriakkan keputusasaan, meneteskan air mata. Sementara di sorga, saya tidak perlu mengalami itu semua. Di sana tidak ada lagi beban, penderitaan, kesedihan, dan air mata; di sana hanya ada sukacita, damai sejahtera, kemuliaan, puji-pujian dan penyembahan.
Saya menghentikan doa saya. Saya berpikir dan bertanya kepada Tuhan: apa yang harus saya syukuri dengan kesempatan hidup satu hari lagi di dunia ini? Untuk apa saya ada di sini? Untuk apa saya masih diberi hidup di dunia ini? Ada dua bagian Alkitab yang mucul dalam ingatan saya: (1) Doa Tuhan Yesus untuk murid-murid-Nya dalam Yohanes 17. Ia tidak meminta Bapa untuk mengambil mereka dari dunia ini–sekalipun dunia ini membenci mereka, tetapi mereka tetap ada di dalam dunia karena Tuhan Yesus mengutus mereka, sama seperti Bapa mengutus Anak-nya; (2) Tulisan Paulus kepada jemaat Filipi yang mengatakan: baginya hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan–kalau ia masih ditetapkan untuk hidup di dunia ini, berarti itu untuk bekerja menghasilkan buah.
Murid-murid Yesus dan Paulus ada di dunia ini tidak untuk menikmati dunia atau sekedar menjalani semua penderitaan, tetapi untuk melakukan pekerjaan yang dipercayakan oleh Allah. Pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan ketika masih hidup di dunia; pekerjaan yang sudah tidak bisa lagi dilakukan di sorga. Di sorga tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukan. Di sorga, yang ada adalah apresiasi dari Allah, “tepukan hangat di bahu” yang mengiringi perkataan “Baik sekali pekerjaanmu hai hambaku baik dan setia. Mari ambillah bagian di dalam kemuliaan Tuanmu.”
Saya melanjutkan doa saya. Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa saya masih diberi waktu di dunia ini, hari ini, untuk menjalankan pengutusan saya, untuk bekerja menghasilkan buah. Saya bersyukur, hari ini saya masih bisa mengasihi orang lain agar ia mengenal kasih Kristus. Saya bersyukur hari ini saya punya kesempatan untuk melakukan pekerjaan baik, supaya orang lain memuliakan Bapa dan datang kepada Bapa. Saya bersyukur hari ini saya masih bisa menolong orang lain untuk bertumbuh semakin mengenal dan taat kepada Tuhan. Saya bersyukur hari ini masih ada waktu untuk memberikan sebagian uang dan harta milik saya bagi pekerjaan Tuhan dan membantu mereka yang memerlukan.
Saya bersyukur saya masih punya waktu membantu persoalan/kesulitan orang lain sehingga mereka bisa semakin melihat kasih Allah, semakin dekat kepada keselamatan di dalam Kristus. Saya bersyukur hari ini masih bisa menemani anak-anak saya agar mereka makin mengasihi Tuhan, makin siap hidup di dunia ini memenuhi panggilan mereka sendiri. Saya bersyukur masih ada waktu untuk saling menguatkan saudara seiman, agar kami bersama-sama tekun memenuhi peran dan panggilan kami untuk melayani dunia ini.
Terima kasih, saya diberi waktu satu hari lagi untuk mengerjakan panggilan-Mu, untuk bekerja menghasilkan buah bagi kemuliaan-Mu. Terima kasih.
Views: 109