Mati Bagi Dosa, Hidup Bagi Tuhan

Roma 6:1-23

Ketika seseorang percaya kepada Kristus, dan sebagai hasilnya ia dibenarkan di hadapan Allah karena anugerahNya, maka ada perubahan yang radikal dalam hidupnya terkait dengan dosa, yang membuatnya tidak lagi hidup di dalam dosa. Hanya saja, fakta perubahan itu kadang tidak dimengerti atau dihidupi, sehingga sekalipun sudah dibenarkan, ada orang percaya yang masih hidup dalam dosa dan melakukan kebiasaan dosa. Paulus menyatakan bahwa ada tiga hal yang harus berubah dalam diri orang percaya: dalam hal pengetahuan, dalam hal keyakinan, dan dalam hal penyerahannya.

Di awal ayat 3, Paulus menulis: “Atau tidak tahukah kamu,”. Apa yang harus diketahui oleh orang percaya? Fakta bahwa ketika ia percaya, ia dibabtiskan dalam Kristus, maka ia juga dibabtis dalam kematianNya. Orang percaya sudah mati dan dikuburkan terhadap dosa. Bagi dosa, kita sudah mati. Sudah tidak ada relasi lagi, sudah putus hubungan sama sekali: “tubuh dosa kita hilang kuasanya … telah bebas dari dosa” (ayat 7). Tetapi, kita tidak hanya mati, melainkan juga dibangkitkan bersama Kristus untuk hidup bagi Allah.

Kemudian, Paulus menuliskan: “Demikianlah hendaknya kamu memandangnya” (ayat 11). Kata yang digunakan adalah logizomai, istilah dalam akunting yang berarti menghitung dengan teliti dan kemudian bertindak berdasar hasil penghitungan itu (Utley, 2014). Paulus tidak hanya menyatakan bahwa jemaat merasa atau memahami bahwa dia sudah mati terhadap dosa, tetapi untuk bertindak berdasarkan kebenaran itu dan mengklaim kebenaran itu bagi hidupnya. Ini adalah masalah iman/keyakinan dan tindakan yang muncul dari keyakinan itu (Wiersbe, 2007).

Setelah mengetahui/memahami dan meyakini, maka orang percaya harus membuat penyerahan hidup untuk mengalami kebenaran yang diketahui dan diyakininya. “Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi … serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.” (ayat 13). Ini adalah masalah kemauan atau komitmen seseorang mengenai hidupnya.

Komitmen/penyerahan ini ada dua jenis: (1) komitmen yang pertama kali dilakukan untuk mengerahkan seluruh hidup sekali untuk selamanya kepada Allah (lihat Roma 12:1); (2) komitmen yang terus menerus dilakukan sepanjang hidup untuk mentaati Allah. Mirip dengan pernikahan: ada janji/komitmen yang diucapkan pada saat pemberkatan nikah untuk menyerahkan seluruh hidup sepenuhnya kepada pasangan, tetapi itu harus diteruskan dengan komitmen-komitmen di dalam setiap aspek-aspek kehidupan, yang dilakukan seumur hidup kepada pasangan hidup.

Ada 3 alasan yang diberikan untuk menyerahkan diri kepada Allah (ayat 14-23):

  1. Orang percaya telah menerima dan hidup dalam kasih karunia Allah. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah menerima anugerah masih hidup dengan cara yang dibenci oleh Sang Pemberi Anugerah?
  2. Orang percaya sudah dimerdekakan dari perbudakan dosa, dosa sudah tidak punya otoritas atas hidupnya. Mengapa masih mau diatur dan diperintah oleh dosa?
  3. Dosa itu berbuah kehinaan dan kematian, sedangkan ketaatan kepada Allah itu berbuah pengudusan dan hidup yang kekal. Buah apa yang akan dipilih untuk dihasilkan? (ayat 14-23).

Views: 7

This entry was posted in Perjanjian Baru, Refleksi, Roma. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *