Yesus adalah Allah

Yohanes 5:14-18

Yesus bertemu orang yang disembuhkan di kolam Bethesda, dan berkata kepadanya untuk berhenti berbuat dosa agar tidak ada kondisi yang lebih buruk menimpanya. Orang itu pergi kepada orang-orang Yahudi dan memberitahu bahwa Yesus yang menyembuhkannya. Karena Yesus menyembuhkan pada Hari Sabat, maka orang-orang Yahudi menganiaya Dia.

Orang-orang Yahudi ini tidak pedula apakah ada orang yang dilepaskan dari penderitaan yang sudah 38 tahun. Mereka juga tidak tergerak hatinya bahwa ada mujizat besar terjadi. Mereka tidak bisa menerima itu, karena peristiwa penyembuhan yang ajaib itu melanggar aturan agama yang ada! Aturan agama lebih penting daripada kesembuhan atau terjadinya mujizat.

Yesus menjawab: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yoh. 5:17). Ketika Yesus menyebut Allah sebagai Bapa-Nya, dan itu dinilai bahwa Yesus menyamakan Diri-Nya dengan Allah, mereka semakin marah dan berusaha makin keras untuk membunuh Yesus. Yesus dibenci karena dianggap menghujat Allah dan melanggar hukum Allah.

Mengapa Yesus melanggar aturan Sabat? Dalam Taurat Musa, aturan Sabat itu jelas disebutkan, dan ada contoh di mana seorang dihukum mati karena melanggar Sabat. Taurat ini menjadi pegangan orang-orang Yahudi. Mengapa Yesus mengklaim Allah sebagai Bapa-Nya, sehingga konsekuensinya: Yesus sama dengan Allah? Orang Yahudi tidak bisa menerima ini! Dan mereka memiliki dasar hukum yang benar, yang berasal dari Allah sendiri!

Jawabannya hanya satu: Yesus adalah Allah! Karena Allah, maka Yesus mengatasi aturan tentang Sabat. Karena Allah, maka Yesus berhak untuk mengklaim Diri-Nya sebagai Allah. Kalau Yesus hanya manusia biasa, maka Ia tidak berhak melakukan itu semua, dan layak untuk menerima hukuman sesuai hukum Allah sendiri. Tetapi, Yesus adalah Allah!

Inilah hal yang paling mendasar mengapa orang-orang Yahudi menolak Yesus: mereka tidak percaya dan tidak bisa menerima bahwa Yesus adalah Allah; mereka memandang Yesus sebagai manusia biasa–guru, iya; nabi, mungkin; tapi tetap manusia biasa. Dan inilah batu sandungan terbesar bagi orang yang tidak percaya: mereka bisa menerima ajaran Yesus, mereka bisa menerima mujizat yang dilakukan Yesus; tetapi mereka tidak bisa percaya bahwa Yesus adalah Allah.

Bagaimana dengan saya? Bagaimana saya memandang Yesus? Apakah saya memandang-Nya sebagai seorang guru yang mengajarkan berbagai prinsip-prinsip kehidupan yang mulia? Apakah saya memandang-Nya sebagai orang yang memiliki karunia/kuasa dari Allah untuk melakukan hal-hal ajaib? Tetapi masalahnya: Yesus tidak mengklaim diri-Nya sebagai sekedar guru kehidupan atau “miracle worker”; Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Allah! Bagaimana sikap saya dalam relasi dengan Yesus, yang adalah Allah?

Views: 7

This entry was posted in Perjanjian Baru, Refleksi, Yohanes. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *