Dalam khotbah yang saya dengarkan, Oswald Sanders berbicara mengenai “Puisi Kasih” yang ditulis oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 13:4-7. Dia menyarankan agar kita membacanya dengan 4 cara sebagai berikut:
1. Baca apa adanya
Kasih itu sabar
Kasih itu murah hati
Ia tidak cemburu
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
2. Ganti kata “kasih” dengan kata “Kristus”
Kristus itu sabar
Kristus itu murah hati
Kristus tidak cemburu
Kristus tidak memegahkan diri dan tidak sombong
Kristus tidak melakukan yang tidak sopan
Kristus tidak mencari keuntungan diri sendiri
Kristus tidak pemarah
Kristus tidak menyimpan kesalahan orang lain
Kristus tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran
Kristus menutupi segala sesuatu
Kristus percaya segala sesuatu
Kristus mengharapkan segala sesuatu
Kristus sabar menanggung segala sesuatu
Ketika saya membacanya dengan cara seperti ini, saya benar-benar jadi melihat: bahwa benar, Kristus telah melakukan kasih itu dengan sempurna. Semua ciri-ciri kasih itu jelas sekali nyata di dalam kehidupan Kristus. Puisi ini menjadi sebuah pujian bagi Kristus.
3. Ganti kata “kasih” dengan kata “saya”
Saya itu sabar
Saya itu murah hati
Saya tidak cemburu
Saya tidak memegahkan diri dan tidak sombong
Saya tidak melakukan yang tidak sopan
Saya tidak mencari keuntungan diri sendiri
Saya tidak pemarah
Saya tidak menyimpan kesalahan orang lain
Saya tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran
Saya menutupi segala sesuatu
Saya percaya segala sesuatu
Saya mengharapkan segala sesuatu
Saya sabar menanggung segala sesuatu
Ketika saya mencoba membacanya dengan cara ini, hati saya langsung “down“. Depressed! Saya tidak mampu membacanya. Karena saya tahu, saya sama sekali tidak seperti itu. Saya sadar, betapa saya tidak menampakkan kasih itu di dalam hidup saya. Padahal, Tuhan Yesus mengatakan:
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. (Yohanes 13;34-35)
Waduh, mendadak saya merasa malu sekali. Ternyata “kasih” yang selama ini saya praktekkan, sama sekali belum memenuhi tuntutan Tuhan Yesus. Padahal, saya sudah merasa sangat hebat dalam mengasihi orang lain. Pantas saja, tidak banyak orang yang bisa melihat hidup saya sebagai murid Kristus, karena saya sudah gagal untuk mengasihi seperti yang Kristus kehendaki.
Puisi Kasih itu sekarang menjadi doa pengakuan dosa saya: pengakuan bahwa saya belum memenuhi standar Tuhan. Pengakuan bahwa selama ini saya sudah begitu buta, karena merasa telah berhasil mengasihi orang lain. Padahal, sebenarnya nol besar!
4. Ganti kata “kasih” dengan “Kristus yang di dalam saya”
Kristus yang di dalam saya itu sabar
Kristus yang di dalam saya itu murah hati
Kristus yang di dalam saya tidak cemburu
Kristus yang di dalam saya tidak memegahkan diri dan tidak sombong
Kristus yang di dalam saya tidak melakukan yang tidak sopan
Kristus yang di dalam saya tidak mencari keuntungan diri sendiri
Kristus yang di dalam saya tidak pemarah
Kristus yang di dalam saya tidak menyimpan kesalahan orang lain
Kristus yang di dalam saya tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran
Kristus yang di dalam saya menutupi segala sesuatu
Kristus yang di dalam saya percaya segala sesuatu
Kristus yang di dalam saya mengharapkan segala sesuatu
Kristus yang di dalam saya sabar menanggung segala sesuatu
Puji Tuhan! Sekarang Puisi Kasih itu memberikan pengharapan kepada saya. Saya mengerti bahwa, dengan kekuatan saya sendiri, saya takkan pernah mampu untuk mengasihi dengan benar. Namun, apabila Kristus tinggal di dalam diri saya, maka kasihNya yang sempurna itu akan memancar keluar dan menyentuh hidup orang lain.
Benar apa yang dikhotbahkan pendeta kami kemarin: “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Korintus 4:7).
Tuhan memang menjadikan saya dari tanah liat, yang rapuh, dan sama sekali tidak sempurna. Supaya, ketika orang lain mendapat berkat, mereka jadi tahu, bahwa bukan diri sayalah yang memberkati, melainkan kekuatan Allahlah yang memampukan! Sehingga saya tidak mencuri kemuliaan Allah, sehingga orang tidak melihat saya, melainkan memuji Kristus yang tinggal di dalam saya.
Views: 7