Aku Tak Tahu akan Hari Esok …

Ester 4:1-3

Wujud kesombongan manusia adalah: merasa bisa mengetahui dan mengendalikan apa yang akan terjadi. Sehingga menjadi yakin bahwa keputusan yang dibuatnya hari ini tidak akan mendatangkan akibat yang negatif di masa depan. Sombong, karena sebenarnya ia sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi–hanya Tuhan yang tahu. Benarlah peringatan Tuhan melalui Yakobus: “… kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok … hidupmu seperti uap … Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demkian adalah salah” (Yak. 4:13-15).

Setelah Mordekhai mengetahui apa yang terjadi, yang merupakan dampak sikapnya kepada Haman, ia mengoyakkan pakaiannya, memakai kain kabung dan abu, lalu berjalan di tengah-tengah kota sambil melolong-lolong dengan nyaring dan pedih. DI seluruh wilayah Persia, ada perkabungan besar di antara orang Yahudi: puasa, ratap tangis, membentangkan kain kabung dan abu sebagai lapik tidur (ayat 1-3).

Umat TUHAN–dan mungkin juga budaya pada waktu itu–mengekspresikan kedukaan secara terbuka dalam cara berpakaian dan sikap dan suara. Kedukaan merupakan salah satu aspek kehidupan yang diterima sebagai sesuatu yang “normal” atau niscaya. Bukan seperti orang jaman sekarang yang menekankan pencitraan: “aku baik-baik saja”, “hari ini luar biasa”–sekalipun sebenarnya ada kedukaan/ malapetaka besar sedang mereka hadapi.

Bahkan, sikap pura-pura inipun masuk ke ranah rohani, dalam relasi dengan Tuhan, maupun di tengah jemaat. Jarang sekali orang menangis dengan terbuka di hadapan Tuhan atau jemaat, untuk mengungkapkan kehancuran hatinya. Merasa harus selalu tampil kuat, nggak ada masalah, bahagia. Mengapa? Karena ada doktrin bahwa dukacita merupakan indikasi tidak rohani/diberkati sehingga harus disembunyikan dari orang lain?

Mengapa Mordekhai? Tentu saja karena adanya perintah pembinasaan seluruh orang Yahudi–di mana dia adalah salah satunya. Sama seperti semua bangsa Yahudi lain berkabung–tanpa mereka tahu apa penyebab bencana itu tiba-tiba datang. Bagi Mordekhai, kedukaan itu lebih berat, karena ia sadar bahwa konfliknya dengan Haman menjadi pemicu bencana itu. Mordekhai tidak pernah menyangka bahwa konflik pribadinya bisa mendatangkan akibat yang mencelakakan seluruh bangsanya.

Betapa orang percaya memerlukan pimpinan dan penjagaan Tuhan, supaya diluputkan dari keputusan atau pilihan yang mendatangkan malapetaka di masa depan. Sebab hanya Tuhan Sang Mahatahu yang mengetahui apa yang “… tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.” (Maz. 139:16). Dan hanya Tuhan Sang Mahakuasa yang dapat mengendalikan segala sesuatu menurut kehendak-Nya.

Penerapan:
Memohon kerendahan hati, supaya tidak sok tahu dan bisa memastikan apa yang akan terjadi. Memohon pimpinan dan penjagaan Tuhan agar diberi hikmat untuk mengerti kehendak Tuhan dan mengambil keputusan yang sesuai dengan kehendak-Nya.

Views: 18

This entry was posted in Ester, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *