Kebesaran TUHAN, Kekerdilan Manusia

Hakim-hakim 16:1-3

Ketika kesadaran akan pemberian kekuatan/talenta dari TUHAN tidak disertai dengan kekuatan watak dan hati yang takut akan TUHAN, maka hasilnya adalah perikalu yang sembrono, menyerempet bahaya, bermain-main dengan dosa–karena punya asumsi, kekuatan TUHAN akan bisa menyelamatkan, anugerah TUHAN pasti akan diberikan untuk melepaskan dari bahaya. Siapa bermain api, ia akan terbakar. Siapa menabur kedagingan, akan menuai kebinasaan (Gal. 6:8).

Episode ini menunjukkan kelemahan watak dan spiritualitas Simson–sekalipun ia melimpah dengan kekuatan/kemampuan dari TUHAN. Kekuatan dari TUHAN dipakai untuk hal-hal yang tidak penting, hal-hal konyol, hal-hal kedagingan dan memuaskan egonya sendiri. Memang perbuatannya menakjubkan/mengherankan, tetapi apakah itu memuliakan TUHAN dan berkenan kepada-Nya? Yang dikehendaki TUHAN bukan perbuatan yang dahsyat, tetapi ketaatan kepada kehendak-Nya.

Suatu kali, Simson pergi ke Gaza (ayat 1). Gaza adalah salah satu dari lima kota terbesar orang Filistin. Jaraknya sekitar 52 km dari kota kediaman Simson. Apa tujuannya ke sana, tidak di catat. Tapi kalau melihat pola hidup sembrono yang selama ini dijalani, kemungkinan besar Simson ke sana hanya untuk iseng tanpa tujuan. Padahal, dia tahu bahwa ia sudah dikenal oleh orang Filistin, dan mereka memusuhinya serta mau membunuhnya. Ia masu ke sarang musuh tanpa tujuan yang jelas. Orang yang sembrono, yang merasa kuat dan tak terkalahkan, sehingga sengaja bermain api: “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (2 Kor. 10:12).

Di Gaza, Simson melihat seorang pelacur, dan memutuskan untuk bermalam bersama pelacur itu (ayat 1). Seorang nazir TUHAN, yang seharusnya mendedikasikan diri untuk TUHAN, yang menerima anugerah besar dari TUHAN, dengan sadar memilih untuk mencemarkan diri dengan tidur bersama pelacur dari bangsa kafir, di kota yang penuh denganb musuh yang ingin membunuhnya. Hawa nafsu kedagingan yang tidak dimatikan akan menguasai seseorang hingga bisa melanggar kekudusan TUHAN dan logika/akal sehat seseorang.

Mengetahui bahwa Simson bermalam dengan seorang pelacur, penduduk Gaza mengepung tempat itu dan siap menghadang dia di pintu gerbang kota. Mereka berencana akan membunuh Simson pada waktu fajar (ayat 2)–mungkin dengan perhitungan Simson dalam kondisi tidur setelah bersama pelacur itu. Karena kalau langsung menyerang, mereka gentar memghadapi Simson dalam kondisi sadar.

Tetapi, Simson bangun pada tengah malam. Ia keluar dan mencabut gerbang kota semuanya beserta palangnya (the gate, the posts and the barsayat 3 NASB). Mengingat Gaza adalah salah satu kota terbesar Filistin, maka bisa diperkirakan gerbang kota itu besar dan kuat dan pasti berat sekali. Maka Simson menunjukkan kekuatan yang luar biasa kalau ia bisa menjebol gerbang besar/berat itu dalam posisi terkunci.

Tidak hanya itu! Simson lalu memikul gerbang kota itu dan membawanya naik ke bukit yang menghadap ke Hebron (ayat 3), yang jaraknya sekitar 55 km dari Gaza. Sebuah pameran kekuatan yang sangat dahsyat! Tentu saja Simson bermaksud pamer kekuatan dan menghina orang Filistin, bahwa mereka tidak akan sanggup untuk menghadapi dia. Flexing kekuatan yang sama sekali tidak perlu! Ini salah satu perilaku orang yang merasa punya kemampuan dan merasa lebih hebat dari semua orang yang lain–selalu mencari kesempatan untuk pamer kemampuannya!

Episode ini memperluhatkan kekuatan TUHAN di dalam Simson, yang bertolak belakanag dengan kekerdilan hatinya! Karunia TUHAN begitu besar, potensi begitu dahsyat dan supranatural, melampaui semua orang yang ada. Tetapi kekerdilan jiwa Simson begitu nyata: sombong, jumawa, suka pamer, memburu hawa nafsu seksual, tidak menghargai kekudusan, dan sembrono, suka bermain api dan mengambil risiko yang tidak perlu.

Penerapan:
(1) Saya menyadari bahwa Tuhan memberikan kemampuan yang lebih dari orang lain–misalnya kemampuan berbicara dan mengajar; dan itu membuat saya sombong/merasa kuat, ditunjukkan dengan ada dorongan/keinginan untuk pamer kemampuan itu. Mengakui kesombongan ini sebagai dosa di hadapan Tuhan.
(2) Kembali menyerahkan/menundukkan kemampuan yang Tuhan sudah berikan di bawah kedaulatan Tuhan, supaya Tuhan yang mengendalikan dan menguasai-Nya.

Views: 10

This entry was posted in Hakim-hakim, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *