Keseimbangan hidup: hak dan kewajiban

1 Korintus 9:1-22

Salah satu sumber persoalan kehidupan adalah: orang terlalu sadar dan menuntut agar hak-haknya dipenuhi! Dan itu akan semakin parah ketika orang yang bersangkutan secara faktual memiliki posisi/otoritas yang memang bersama dengan posisi/otoritas itu diberi hak/previlege tertentu. Tantangannya kemudian menjadi: bagaimana bersikap atas hak-hak itu?

Sikap pertama, ini yang paling umum dilakukan–dan semakin cenderung dilakukan: menuntut semua hak-hak itu untuk dipenuhi; sementara kewajibannya ditinggalkan. Atau menggunakan pemenuhan hak sebagai “sandera” untuk melakukan kewajiban.

Sikap kedua adalah berusaha melakukan kewajiban dengan penuh sembari juga menuntut haknya dengan penuh juga. Ini adalah ukuran manusia utama secara duniawi. Cukup banyak orang yang melakukannya. Orang-orang yang memiliki nurani yang bersih akan melakukannya.

Sikap ketiga: berusaha melakukan kewajibannya dan tidak terlalu menuntut pemenuhan haknya. Namun tidak menuntut hak ini karena terpaksa: tidak mau ribut, tidak ingin konflik, tidak mau menimbulkan masalah. Sehingga ketika haknya tidak diberikan, muncul keluhan, gerundelan, dan sungut-sungut–sekalipun tidak secara terbuka berani untuk meminta pemenuhan haknya. Ini juga cukup banyak dilakukan oleh orang di dunia.

Jalan yang paling utama, jalan Illahi adalah: dengan sadar melepas hak-haknya, sepenuhnya menyerahkan pemberian hak itu kepada Tuhan; sementara itu ia berkomitmen penuh untuk melakukan kewajibannya sebagai pelayanan kepada Tuhan, dan bukan hanya kepada manusia.

Tolonglah saya memiliki hati seorang hamba-Mu: memandang hidup saya sebagai pelayanan kepada-Mu dan menyerahkan pemenuhan kebutuhan dan hak saya ke dalam tangan kemurahan-Mu.

Views: 7

This entry was posted in 1 Korintus, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *