Luke 23:26-31
Setiap orang yang mau mengikut Kristus, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, dan mengikut Dia (Luk. 9:23). Di hari itu, Tuhan Yesus menjalani sendiri apa yang diajarkan-Nya kepada murid-murid: Ia memikul salib-Nya–balok kayu besar yang akan dipakai untuk menggantung Tubuh-Nya. Tuhan Yesus sudah lebih dahulu melakukan dan menghidupi apapun yang diajarkan-Nya. Kasih, kemurahan hati, pengampunan, kerendahan hati, penundukan diri, penyerahan total–semua sudah lebih dulu dilakukan-Nya.
Dalam perjalanan ke Golgota–di bawah tatapan mata banyak orang yang menonton iring-iringan terhukum mati itu–kemungkinan besar Tuhan Yesus sudah terlalu lemah untuk memikul salib-Nya karena semua penyiksaan yang telah dialami-Nya. Maka, mereka (tentara Roma) menahan/memaksa seorang bernama Simon dari Kirene, lalu memikulkan balok kayu salib kepadanya dan menyuruhnya berjalan di belakang Tuhan Yesus. Bahasa yang dipakai menunjukkan bahwa Simon terpaksa/dipaksa oleh para prajurit itu.
Pasti perasaan Simon sangat marah dan sangat terhina! Ia jauh-jauh datang dari Kirene (sekarang wilayah Libya) ke Yerusalem untuk merayakan Paskah; tapi rencananya untuk beribadah itu dirusak oleh peristiwa ini. Bukan saja rencananya gagal, tetapi ia bahkan harus mengalami peristiwa yang sangat menyakitkannya: sakit secara fisik karena memikul kayu salib yang berat dan sakit hati serta terhina karena berjalan mengikuti iring-iringan terpidana mati.
Mungkin Simon mengumpat dan mengutuk dalam hatinya sepanjang perjalanan itu. Tetapi, di dalam kedaulatan Allah, Simon–sekalipun saat itu ia tidak tahu–adalah orang pertama yang menggenapi tantangan sebagai murid Kristus: memikul salib dan berjalan mengikuti Tuhan Yesus!
Dan dengan memikul salib serta mengikuti Tuhan Yesus, Simon menjadi saksi mata semua peristiwa penyaliban Anak Domba Allah. Ia melihat bagaimana orang mengolok-olok Tuhan Yesus–semua komenar dan kecaman–termasuk hujatan tentang pengakuan-Nya sebagai Mesias. Simon juga melihat dan mendengar bagaimana sikap Tuhan Yesus kepada para pengoloknya dan kepada orang-orang–termausk perempuan-perempuan yang menangisinya.
Selama perjalanan yang memalukan itu Allah berbicara kepada Simon–yang kemudian pada akhirnya membawa Simon kepada keselamatan karena percaya kepada Kristus sebagai Mesias. Dalam Injil Markus, dicatat: “Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus …” (Mar. 15:21). Bagian ini menunjukkan bahwa Markus dan orang-orang yang dikirimi Injilnya mengenal Aleksander dan Rufus; mengindikasikan bahwa mereka berdua adalah orang percaya yang dikenal jemaat. Artinya, Simon ayah mereka, percaya kepada Kristus.
Pada waktu kemudian, ketika Simon sudah bertobat, pastilah ia mengenang peristiwa memikul salib Kristus itu sebagai sebuah kehormatan yang sangat besar! Pastilah dia akan terus bercerita kepada keluarganya dan kepada jemaat: “Aku dulu yang memikul salib Tuhan Yesus dan berjalan mengikuti-Nya ke Golgota–aku secara langsung dilibatkan Allah di dalam karya keselamatan untuk manusia!”. Kalau ketika ia menjalaninya dengan terpaksa dan sangat terhina, tapi kemudian Simon pasti merasa sangat bangga dan terhormat dan dimuliakan oleh Allah–sebab ia dipilih Allah untuk melayani Tuhan Yesus, “membantu-Nya” dalam perjalanan menggenapi kehendak Allah Bapa!
Penerapan:
Mengakui kedaulatan Tuhan dan kesempurnaan rencana-Nya! Tidak “menyesali” atau marah dengan peristiwa saat ini yang tidak menyenangkan–karena prinsipnya: Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi saya (Rom 8:28).
Views: 14