Pengantar: Warisan Iman
Abraham berusia 100 tahun ketika Ishak dilahirkan (Kej 21:5), dan ia mati pada usia 175 tahun (Kej. 25:7-8). Berarti, Abraham sempat melihat kelahiran anak-anak Ishak dan pertumbuhan mereka sampai usia 15 tahun–karena mereka lahir ketika Ishak berusia 60 tahun (Kej. 25:26).
Dalam Kej. 25:1, dicatat bahwa setelah Sara mati (dan Ishak menikah), Abraham mengambil seorang istri bernama Ketura. Dari pernikahan ini, lahir enam anak; dan dari keturunan anak-anak ini akan berkembang bangsa-bangsa, termasuk bangsa Asyur dan Median. Janji TUHAN bahwa Abraham akan menurunkan bangsa-bangsa tetap berlaku (Kej. 12:2; 13:6; 15:5; 17:4-6, 20)–sekalipun bukan dari pernikahan dengan Sara. Garis keturunan Abraham dengan Sara adalah garis keturunan Mesias, yang akan menjadi berkat bagi semua kaum di muka bumi (Kej. 12:3).
Apakah Abraham memiliki peran dalam pertumbuhan kedua anak Ishak itu? Tidak ada catatan apapun dalam kaitan Abraham dengan keluarga Ishak, sehingga ada kemungkinan ia tidak terlibat dalam keluarga Ishak, tetapi mengurusi keluarganya sendiri. Hanya saja, Abraham memberikan seluruh harta miliknya kepada Ishak (sebagai anak perjanjian), lalu ia memberikan harta kepada anak-anak Ketura dan menyuruh mereka untuk pergi menjauhi Ishak (untuk mengamankan warisan Ishak)–seperti yang dilakukannya kepada Hagar dan Ismael (Kej. 21:14).
Menarik apa yang ditulis Matthew Henry (1706) dalam komentarnya atas bagian ini:
“Abraham lived, after the marriage of Isaac, thirty-five years, and all that is recorded concerning him during the time lies here in a very few verses. We hear no more of God’s extraordinary appearances to him or trials of him; for all the days, even of the best and greatest saints, are not eminent days, some slide on silently, and neither come nor go with observation; such were these last days of Abraham.”
“Misi/Panggilan hidup” Abraham sudah selesai ketika Ishak menikah. Abraham kemudian hidup sebagai orang yang biasa-biasa saja, menjalani kehidupan yang normal tanpa ada peristiwa yang istimewa dalam kaitan dengan TUHAN. Ia berumah tangga, membesarkan anak, mengisi hari tuanya dengan kehidupan manusia biasa–sampai waktunya TUHAN memanggilnya pulang.
Hamba TUHAN bisa mati dan selesai tugasnya, tetapi rencana TUHAN terus berlanjut. Rencana TUHAN di dalam dan melalui hidup Abraham telah selesai, dan sekarang Ia melanjutkan rencana-Nya pada hidup keturunan Abraham: “Inilah riwayat keturunan Ishak, anak Abraham …” (Kej. 25:19).
Prinsip/Pelajaran:
- Tuhan pasti menepati janji-Nya (Bil. 23:19). Waktu penggenapan janji itu bisa berbeda dari yang diinginkan oleh manusia–karena manusia maunya: sekarang juga, tetapi Tuhan punya waktu yang terbaik. Wujud penggenapan janji itu juga bisa berbeda dari yang dipikirkan/diinginkan manusia, tetapi Tuhan punya impementasinya sendiri. Faktanya adalah: “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yes. 55:9).
Oleh karena itu, bersyukurlah untuk janji Tuhan yang diterima. Milikilah pengharapan dan jangan putus asa–sebab Ia pasti akan menepati janji-Nya. Meminta peneguhan atas janji-Nya, meminta petunjuk apa yang harus dilakukan agar hidupmu sejalan dengan janji Tuhan dan siap menerima penggenapannya. Jangan berhenti berdoa meminta Tuhan menepati janji-Nya: bukan karena Tuhan bisa lupa, sehingga perlu diminta/diingatkan, tetapi itu untuk menolong dirimu sendiri agar tidak lupa akan janji-Nya dan agar tidak menjadi lemah iman ketika menantikan penggenapannya. Ulangi dan imani janji Tuhan itu untuk menguatkanmu di kala lemah atau ketika situasi sedang tidak baik-baik saja. - Tuhan menentukan peran/bagian tiap-tiap orang di dalam rencana-Nya. Prinsip “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu …” (Yoh. 15:16) berlaku untuk siapa saja. Tuhan yang berinisiatif untuk memilih orang hendak yang dipakainya, tidak ada orang yang bisa mengajukan dirinya sendiri, tetapi Tuhan yang memulai prosesnya. Dan, pemilihan Tuhan bukan karena seseorang memiliki keunggulan atau kelebihan, melainkan semata-mata karena kedaulatan berdasar belas kasihan-Nya saja: “… engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya. Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu … tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan memegang sumpah-Nya …” (Ula. 7:6-8).
Yakinilah bahwa Tuhan memiliki peran/bagian yang unik bagimu. Setiap orang percaya diperuntukkan untuk melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya (Efe. 2:10). Namun, jangan merasa jumawa, seolah Tuhan memilihmu karena kamu lebih baik daripada orang lain atau karena dirimu memenuhi syarat-Nya. Tetapi, tersungkurlah dan rendahkanlah dirimu di kaki-Nya karena anugerah dan kemurahan-Nya kepadamu. Dan merasa cukuplah dengan panggilan peranmu sendiri–berserahlah kepada-Nya ketika bagianmu sudah selesai, dan harus diambil alih oleh orang lain yang Tuhan tetapkan. Jangan menggenggam erat-erat, jangan melawan Tuhan untuk mempertahankannya. Yang penting adalah: ketaatanmu dan penundukkan dirimu kepada Tuhan–entah Dia akan memakaimu untuk suatu pekerjaan atau tidak. Jangan mengidap “post power syndrome”, yang merasa dirimu harus terus dipakai, seolah-olah Tuhan memerlukanmu. Ingat Tuhan bisa memakai keledai untuk melakukan kehendaknya.
Yusuf dipakai Tuhan untuk memeliharan kehidupan leluhur umat Tuhan, tetapi Mesias tida berasal dari jalur keturunannya. Musa dipakai untuk memimpin umat Tuhan keluar dari Mesir, tapi tidak diijinkan membawa mereka masuk ke Tanah Perjanjian. Sepertinya, “fungsi” hidup Boaz itu adalah untuk menikahi Rut untuk memulai jalur keturunan Daud. Dan sekalipun Daud yang memiliki niat untuk membangun Rumah Tuhan, tetapi anaknyalah yang dipilih untuk mewujudkannya.
Kalau Tuhan memanggilmu untuk melakukan pekerjaan tertentu yang menempatkanmu di sebuah panggung, lakukan itu dengan segenap kesungguhan dan penuh kerendahan hati. Ketika pekerjaan itu sudah selesai, dan dirimu harus “menyingkir” kembali ke balik layar. Lakukanlah itu dengan penuh ucapan syukur sebab Tuhan sudah melayakkanmu–dan kembalilah kepada kehidupanmu yang “biasa”–di dalam ketaaan kepada Tuhan.
Views: 8