Kematian yang Membuka Jalan

Markus 15:33-41

Tiga jam sejak Yesus digantung di kayu salib, pada jam 12 siang, tiba-tiba kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam 3 sore–3 jam lamanya Yesus tergantung dalam kesakitan dan olok-olok dan cemooh orang yang melihat. Orang menggeleng-gelengkan kepala mereka sambil menghujat-Nya. Dan sekarang, di dalam kegelapan total selama 3 jam, Yesus menanggung hal yang lebih membuat-Nya menderita.

Selama dalam penghakiman, siksaan, dan penyaliban-Nya, Yesus diam, tidak mengucapkan apa-apa. Ketika semua orang: prajurit Roma, orang lewat, pemuka agama, bahkan dua penjahat itu mencemooh Dia, Yesus diam tidak mengatakan apa-apa. Tetapi, ketika kegelapan itu melingkupi, Yesus tidak tahan–pada pukul 3 sore, di tengah kegelapam, Yesus berseru: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (ayat 15:34).

Selama 3 jam kegelapan itu, Allah Bapa meninggalkan Anak-Nya, karena Allah Bapa yang Mahakudus, yang tidak bisa melihat setitik dosapun, tidak bisa “melihat” Anak-Nya menanggung semua dosa manusia. Anak Allah menjadi Domba Allah, yang ke atas kepalanya diletakkan semua dosa manusia–sehingga Ia yang menanggung seluruh murka dan hukuman Allah! Dalam kegelapan itu, Allah Bapa menimpakan murka-Nya atas Anak-Nya, yang menjadi Pengganti, yang menanggung semua dosa manusia: “Ia mati sekali untuk segala dosa kita” (1 Petrus 3:18).

Yesus berseru dengan suara nyaring–“Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Lukas 23:46). Nyawa Yesus tidak diambil paksa, tidak direngut oleh pihak lain; tetapi nyawa Yesus dengan sukarela diserahkan-Nya kepada Bapa-Nya sebagai korban penebusan dosa! “Karena Anak manusia juga datang … untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Dengan kematian-Nya, Yesus telah memenuhi tuntutan kekudusan dan keadilan Allah!

Bersamaan dengan waktu Yesus menyerahkan nyawa-Nya, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah. Tabir itu memisahkan ruang kudus dengan ruang mahakudus–tempat Tabut Perjanjian diletakkan–tempat di mana Allah bersemayam. Tidak boleh ada orang yang melewati tabir itu untuk masuk ke ruang mahakudus. Hanya Imam Besar yang boleh, itupun hanya setahun sekali, setelah ia sendiri melalui ritual pentahiran sehingga layak untuk masuk–karena kekudusan Allah, siapa yang melewati tirai itu pasti akan mati.

Kematian Yesus membelah tirai pembatas itu, membuka jalan kepada semua orang untuk bisa datang langsung ke hadirat Tuhan–di dalam Yesus! Tidak ada lagi pembatas, tidak ada lagi restriksi untuk menghadap Allah. Setiap orang yang percaya kepada Yesus sekarang memiliki akses langsung kepada Tuhan. Dan dengan demikian, tidak lagi diperlukan Bait Allah, tidak lagi diperlukan ritual persembahan korban penebus dosa. Kematian Yesus di atas kayu salib membuka akses langsung kepada Allah!

Kematian Yesus benar-benar terjadi dalam sejarah. Markus mencatat orang-orang yang menjadi saksi mata kematian Yesus di atas kayu salib: perwira prajurit Romawi yang berdiri berhadapan langsung dengan salib Yesus–ia menjadi percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Ada beberapa perempuan, termasuk Maria, ibu Yesus (Yohanes 19:25-27)–mereka selama ini mengikuti Yesus dan mencukupi keperluan Yesus ketika Ia di Galelia. Mereka masuk dalam rombongan Yesus ketika berjalan ke Yerusalem.

Penerapan:
(1) Bersyukur kepada Tuhan, sebab Yesus sudah mati di kayu salib untuk menjadi korban penebus dosa. Karena, sekarang saya–di dalam Yesus–dikaruniai akses langsung kepada Allah.
(2) Semakin tekun dan bersemangat untuk menggunakan akses langsung itu: dalam penyembahan, doa, dan ibadah kepada Allah.

Views: 6

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *