Markus 9:30-32
Yesus dan murid-murid-Nya berangkat berjalan melewat Galelia secara diam-diam. Yesus idak ingin ada orang lain yang mengetahui perjalanan itu, sebab Ia sedang mengajar muriod-murid-Nya. Yesus mengadakan waktu-waktu khusus sendirian hanya dengan 12 murid untuk memberikan pengajaran yang intensif. Pengajaran-pengajaran yang tidak diberikan-Nya kepada publik.
Dalam perjalanan ini, Yesus untuk ke dua kalinya memberitahukan tentang apa yang akan terjadi di depan: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” (ayat 31). Yesus mengulangi pengajaran-Nya, Yesus ingin murid-murid-Nya tidak lupa atau menganggap perkara itu bisa diabaikan, yaitu: Ia akan ditangkap, Ia akan dibunuh, dan Ia akan bangkit kembali.
Murid-murid tidak mengerti (agneo: tidak paham). Sekalipun mereka mendengar kalimat Yesus, sekaliun mereka mengerti isi dari perkataan Yesus, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya, apa pentingnya, apa maknanya. Mereka mungkin masih berpikir bahwa itu hanyalah metafora/perumpamaan. Mungkin mereka berpkir bahwa itu tidak mungkin terjadi–bagaimana bisa itu akan terjadi, sehingga tidak bisa menerimanya; sebab keyakinan mereka tentang Mesias bertolak belakang dengan apa yang dikatakan oleh Yesus.
Murdi-murid segan atau takut untuk menanyakan kepada Yesus. Mereka menyimpan kebingungan mereka mengenai perkataan Yesus. Dalam Matius 17:23, dicatat bahwa murid-murid menjadi sangat sedih (exceedingly sorry, deeply grieved, distressed) mendengar perkataan Yesus.
Ketika Tuhan menyatakan sesuatu yang tidak sepeti yang saya harapkan atau bayangkan; atau menyatakan sesuatu yang sulit untuk saya mengerti–dalma arti untuk saya terima, bagaimana sikap saya? Meminta peneguhan dan menundukkan diri? Atau melakukan denial atas pernyataan Tuhan itu?
Views: 14