Pelajaran dari Gadis-gadis yang Bodoh

Matius 25:1-13

Tuhan Yesus mengajarkan bagaimana harus bersikap dalam masa penantian kedatangan-Nya yang kedua. Perumpamaan itu dimulai dengan “Pada waktu itu”. Kapan? Pada waktu Tuhan Yesus datang yang kedua (lihat Matius 24:44), hal Kerajaan Allah seumpama sepuluh gadis yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima gadis bodoh karena membawa pelita tetapi tidak membawa minyak; lima yang lainnya bijaksana, mereka membawa pelita dan minyak dalam buli-buli mereka masing-masing.

Kata “bodoh” yang dipakai dalam perumpamaan ini adalah moros, yang berarti tolol, silly, stupid, foolish–tetapi kata ini cenderung digunakan bukan untuk menggambarkan kondisi intelektual, melainkan kondisi hati dan karakter seseorang. Seseorang bisa saja memiliki tingkat kecerdasan tinggi, tetapi tetap menjadi seorang yang bodoh!

Sedangkan kata “bijaksana” merupakan terjemahan dari phronimos, yang akar katanya adalah phroneo: berpikir, memiliki mindset, pruden, sensible, bijaksana secara praktis–bukan secara teori saja, tetapi dalam hal tindakan praktis. Ada orang yang mengerti semua prinsip, teori, atau konsep yang benar, tetapi tidak mampu mengimplementasikannya di dalam tindakan nyata.

Dari studi dua kata tersebut, bisa ditarik sebuah kesimpulan: bodoh atau bijaksana di mata Tuhan itu bukan hanya masalah intelktualitas, tetapi juga masalah hati, karakter, moralitas; dan bukan hanya masalah memiliki pemahaman atau pengertian teoritis atau konseptual, melainkan juga kemampuan mengimplementasikannya di dalam praktek kehidupan nyata.

Ke-10 gadis itu menunggu kedatangan mempelai laki-laki, dan penantian itu cukup lama–mereka tidak punya informasi kapan tepatnya sang mempelai akan tiba–sehingga mereka tertidur. Tengah malam, rombongan mempelai itu tiba, maka ke-10 gadis itu menyalakan pelita mereka. Dan pelita ke-5 gadis bodoh itu padam, sebab sudah kehabisan minyak. Mereka tidak bisa meminta persediaan minyak dari ke-5 gadis yang lain.

Lima gadis bodoh itu pergi untuk mencari minyak, dan sementara mereka sedang pergi, mempelai laki-laki itu datang. Kelima gadis bijaksana yang sudah siap menyambut itu kemudian masuk ke daam tempat pesta mengiringi sang mempelai, dan pintu tempat pesta ditutup! Ketika kelima gadis bodoh itu datang kembali, pintu sudah ditutup dan tidak bisa dibuka bagi mereka! Bahkan, sang mempelai laki-laki mengatakan: “Sesungguhnya aku tidak mengenal kamu” (ayat 12).

Pengajaran yang disampaikan Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini adalah: “Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya” (ayat 13). Peringatan yang sangat penting bagi mereka yang sembrono, reckless, menunda-nunda untuk menyiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan, menunda untuk melakukan apa yang menjadi tanggung jawab mereka–dan ketika waktu itu tiba, mereka tidak memenuhi syarat, sehingga ditolak.

Penerapan:

  1. Mengakui bahwa saya punya kecenderungan bersikap seperti gadis-gadis yang bodoh itu: memandang enteng, sembrono, dan mengambil resiko dengan tidak mendisiplin diri saya untuk menyiapkan diri; sehingga ada kesempatan-kesempatan yang terlewat (dan tidak bisa datang kembali), karena ketika kesempatan itu dibuka Tuhan, saya tidak siap untuk mengambilnya.
  2. Mendisiplin diri untuk hidup bijaksana: tidak sembrono dan tidak mengambil resiko. Bijaksana berarti menundukkan kecenderungan optimisme (yang seringkali tanpa dasar, semata-mata perasaan) yang saya miliki, dan berusaha mengiangi resiko sampai sekecil mungkin.

Views: 14

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *