Hati-hati ketika Egomu Berkuasa

Ester 3:1-6

Sesudah peristiwa-peristiwa ini (pembuangan Wasta, pengangakatan Ester, dan info Mordekhai yang menyelamatkan raja), Ahasyweros memberikan kebesaran kepada seorang bernama Haman. Tidak diberitahukan apa penyebabnya/prestasinya, tetapi raja menaikkan pangkat Haman dan menempatkan posisinya di atas semua pembesar kerajaan (ayat 1). Raja memerintahkan agar semua pegawai raja di pintu gerbang berlutut dan sujud kepada Haman (ayat 2).

Tetapi Mordekhai tidak berlutut dan sujud. Sikap Mordekhai itu terbuka, diketahui oleh para pegawai raja yang lain. Mereka menegor Mordekhai berhari-hari (ayat 3-4). Mengapa Mordekhai tidak mau berlutut dan sujud kepada Haman? Tidak disebutkan secara eksplisit alasan Mordekhai. Satu-satunya petunjuk adalah: “sebab ia [Mordekhai] telah menceritakan kepada mereka [para pegawai istana], bahwa ia orang Yahudi” (ayat 4).

Tidak ada larangan dalam Hukum TUHAN atau tradisi Yahudi untuk menghormat pemimpin–dalam sejarah Israel, sikap berlutut dan bersujud dengan muka sampai ke tanah sangat lazim dilakukan untuk menunjukkan penghormatan. Sehingga, sikap Mordekhai ini kemungkinan karena egonya–apalagi sebelumnya dicatat bahwa jasanya menyelamatkan raja sama sekali tidak mendapat apresiasi–dan justru raja mengangkat orang lain ke posisi paling tinggi di antara para pegawainya.

Sikap Mordekhai juga menunjukkan inkonsistensi: ia menyuruh Ester menyembunyikan kebangsaannya, tetapi sekarang ketika Haman diangkat raja, Mordekhai justru mengatakan kepada orang-orang di sekitarnya bahwa ia adalah orang Yahudi. Apa alasan Mordekhai menjadikan ke-Yahudi-annya sebagai alasan untuk tidak melakukan peghormatan kepada Haman? Apakah itu dipakai untuk menutupi alasan yang sesungguhnya: sakit hati karena jasanya tidak diapresiasi, dan justru orang lain yang ditinggikan raja?

Melihat Mordekhai tidak mau mendengar tegoran mereka, para pegawai yang lain melaporkan hal ini kepada Haman. Mereka mau melihat apakah sikap Mordekhai mau merubah sikapnya ketika akan dilaporkan. Ada berbagai kemungkinan alasan mengapa para pegawai itu melaporkan Mordekhai: (1) politik kantor, kesempatan menyingkirkan kompetitor di tempat kerja atau kesempatan mencari penghargaan dari pimpinan; (2) kekuatiran sikap Mordekhai akan mendatangkan dampak kepada pegawai yang lain, sehingga mereka megambil jarak dari Mordekhai; (3) kejengkelan karena Mordekhai keras kepala tidak mau mendengar nasihat/tegoran.

Kalau dipikir-pikir, bukankah sikap para pegawai itu bisa dikatakan mjirip dengan apa yang telah dilakukan oleh Mordekhai? Mordekhai mendengar rencana untuk membunuh raja, dan dia melaporkannya. Dia bisa diam saja membiarkan rencana itu berlanjut, tapi ia memilih untuk melaporkannya–motivasinya kemungkinan untuk menyelamatkan dirinya dan Ester, sepupunya. Jadi sebenarnya tidak ada perbedaan sikap para pegawai dengan skap Mordekhai.

Mendengar laporan para pegawai itu, Haman–yang semulia tidak menyadari–mulai mengamati sikap Mordekhai. Dan ketika ia melihat bahw a laporan itu benar, hati Haman menjadi sangat marah. Ketika ia juga mengetahui bahwa alasan sikap itu–berdasarkan perkataan Mordekai sendiri kepada pegawai yang lain–karena Mordekai seorang Yahudi, maka kemarahannya menjadi melebar: ia berniat membinasakan semua orang Yahudi di seluruh kerajaan Ahasyweros: “menganggap dirinya terlalu hina untuk membunuh hanya Mordekhai saja” (ayat 5-6)

Bagian ini berbicara tentang bahaya mengagungkan ego! Mordekhai, karena egonya, menolak menghormati Haman–padahal itu adalah perintah raja, dan tidak ada larangan dalam Hukum TUHAN; lagipula selama ini Mordekhai sebenarnya tidak terlalu menunjukan spiritualitas, melainkan hidup secara sekuler. Juga nampak ego Haman, yang merasa begitu besar, sehingga tidak cukup untuk membalas satu orang, tapi harus kepada semua bangsa Mordekhai.

Ego Mordekhai memantik rentetan peristiwa yang membahayakan seluruh umat TUHAN di Persia. Urusan pribadi karena merasa tidak dihargai jasanya dan marah karena melihat orang lain yang ditinggikan, menimbulkan sikap tidak hormat dan membangkang, dan–mestinya Mordekhai tidak pernah menduga–menghasilkan ancaman pemusnahan kepada seluruh bangsa!

Penerapan:
(1) Mengakui seringkali saya mengagungkan ego saya, tidak mau mengalah atau tunduk, tetapi kukuh mengkuti pikiran/pendapat/keinginan saya sendiri di hadapan orang lain–sekalipun tidak ada kait-mengkait-nya dengan prnsip kebenaran. Saya tidak berisikap seperti Tuhan Yesus yang mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba.
(2) Selama tidak melanggar prinsip kebenaran Firman Tuhan, lakukanlah aturan yang ada di lembaga atau lingkungan di mana kamu berada. Jangan mengijinkan egomu meremehkan aturan yang ada, sebab itu bisa mendatangkan dampak besar yang tak pernah kamu perkirakan. Jangan pernah berkata: “Ah, nggak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa”.

Views: 26

This entry was posted in Ester, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *