Ester 2:21-23
Pada awal masa pembuangan umat TUHAN ke Babel, Nabi Yeremia menulis surat kepada umat TUHAN: “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (Yer. 29:7). Prinsip yang sama diajarkan oleh Paulus (Rom. 13:1-5) dan Petrus (1 Pet. 2:13-17). Orang percaya, ketika diijinkan tinggal di bawah otoritas manusia dalam lembaga apapun, dipanggil untuk mendoakan dan ikut andil mengusahakan kesejahteraan tempat di mana mereka tinggal, sebab melalui tempat itu Tuhan menyalurkan berkat-Nya kepada mereka.
Setelah Ester menjadi ratu, Mordekhai masih bekerja sebagai pejabat istana, duduk di pintu gerbang istana raja. Terjadi peristiwa di mana dua orang pejabat yang termasuk golongan penjaga pintu–kemungkinan besar keduanya adalah pengawal raja–yang sakit hati kepada raja (qasap: anger that arose because people failed to perform their duties properly). Agaknya keduanya merasa raja bertindak tidak adil, dan itu menimbulkan kemarahan sangat besar sehingga ujungnya adalah rencana untuk membunuh raja Ahasyweros (ayat 21).
Mordekhai–entah dari mana asalnya–mengetahui rencana kedua pejabat itu, dan memberitahukannya kepada Ester, sang ratu. Sekalipun Ester sudah menjadi ratu dan tinggal di Balai perempuan yang tertutup, Mordekhai masih memiliki sarana untuk berkomunikasi dengannya. Mungkin melalui Hatah, pelayan/asisten pribadi Ester (Est. 4:5). Ester kemudian mempersembahkannya kepada raja, atas nama Mordekhai (ayat 22).
Ada dua hal makna tindakan Mordekhai: (1) concern kepada keselamatan raja, yang ujungnya adalah pada kesejahteraan hidup Ester dan hidupnya; karena kalau raja dibunuh, makan pasti terjadi kegoncangan politik/kekuasaan dan bisa jadi itu akan berdampak pada Ester dan pada dirinya; (2) kecerdikannya untuk tidak langsung lapor kepada raja–karena bisa jadi laporannya tidak dipercaya; tetapi kalau melalui Ester–ratu yang sangat dicintai raja–maka laporan itu kemungkinan besar akan dipercaya oleh raja.
Tindakan Ester juga memiliki 3 makna: (1) concern kepada hidup raja–karena raja adalah “sumber” kesejahteraannya saat itu; (2) Ester memanfaatkan posisinya sebagai ratu dan kedekatannya dengan raja untuk melakukan sesuatu yang baik–untuk menyelamatkan raja; (3) ketika berbicara kepada raja, Ester tetap menyebut nama Mordekhai sebagai sumber informasi, supaya raja tahu bahwa yang berjasa adalah Mordekhai–ia tidak memgklaim atau merampas hak pengakuan milik orang lain; Ester memberikan penghargaan kepada orang yang memang berhak.
Istana tidak langsung mempercayai laporan itu, tetapi melakukan pemeriksaan. Dan setelah dilakukan penyelidikan dan verifikasi, ternyata laporan itu benar. Maka kedua orang pejabat itu disulakan pada tiang–agaknya ini bentuk hukuman yang lazim di Persia: mayat mereka dipancang di atas tiang supaya dilihat oleh publik. Dan peristiwa itu dituliskan dalam kitab sejarah di hadapan raja (ayat 23).
Yang menarik, di dalam kedaulatan TUHAN, sekalipun peristiwa itu dicatat dalam dokumen resmi, raja “lupa” memberi penghargaan kepada Mordekhai (Est. 6:1-3). Mirip seperti jasa Yusuf yang dilupakan oleh pembawa minuman Firaun sampai 2 tahun lamanya (Kej. 40:23; 41:1); demikianlah jasa Mordekhai dilupakan oleh raja sampai beberapa waktu–sekitar tahun ke-4 Ester menjadi ratu (Est. 3:7). Ini menunjukkan bahwa penghargaan dan apresiasi adalah hak Tuhan! Bagian orang percaya adalah mengerjakan panggilannya tanpa memikirkan upah–sebab bukankah keselamatan itu sendiri sudah merupakan anugerah yang paling besar–lebih besar dari segala penghargaan dunia?
Penerapan:
(1) Setia melakukan bagian saya dan apa yang bisa saya lakukan dalam posisi yang sata ini Tuhan berikan untuk mendoakan dan mengusahakan kesejahteraan lembaga di mana Tuhan telah menempatkan saya: UNS dan UKTS.
(2) Tidak memusingkan pengakuan atau penghargaan manusia ketika saya mengerjakan sesuatu untuk kebaikan ornag lain/lingkungan–sebab sudah cukup anugerah yang telah Tuhan curahkan atas hidup saya.
Views: 11